
Berita Update Terkini
Jakarta – Pemerintah resmi menerapkan aturan baru terkait pembayaran klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Aturan ini diperkenalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025, yang menggantikan beberapa ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan serta memastikan keadilan bagi pekerja yang terdampak PHK.
Perubahan Skema Pembayaran JKP
Dalam aturan terbaru, BPJS Ketenagakerjaan tidak akan menanggung pembayaran klaim JKP jika perusahaan tempat pekerja tersebut bekerja menunggak iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) lebih dari tiga bulan berturut-turut. Sebagai gantinya, tanggung jawab pembayaran manfaat uang tunai JKP beralih kepada pengusaha.
“Aturan baru ini mewajibkan perusahaan yang menunggak iuran JKK selama lebih dari tiga bulan untuk membayar manfaat uang tunai kepada pekerja yang terkena PHK sebelum mengajukan klaim penggantian ke BPJS Ketenagakerjaan,” menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (3) PP 6/2025, sebagaimana dikutip pada Rabu (19/2/2025).
Pengusaha Bisa Ajukan Penggantian ke BPJS Ketenagakerjaan
Meski harus menanggung biaya klaim JKP terlebih dahulu, pengusaha tetap dapat mengajukan penggantian kepada BPJS Ketenagakerjaan setelah melunasi seluruh tunggakan dan denda. Hal ini diatur dalam Pasal 30 ayat (4), yang menyebutkan bahwa pengusaha dapat mengajukan klaim penggantian manfaat uang tunai kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam waktu maksimal tiga bulan setelah pembayaran kepada peserta dilakukan.
Jika seluruh dokumen pendukung telah diterima dan dinyatakan lengkap, BPJS Ketenagakerjaan wajib mencairkan penggantian manfaat uang tunai dalam waktu maksimal tujuh hari kerja, sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (5).
Besaran Klaim JKP bagi Pekerja yang Terkena PHK
Terkait besaran manfaat yang diberikan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan, aturan terbaru menetapkan bahwa manfaat uang tunai diberikan sebesar 60% dari upah terakhir selama enam bulan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 21.
Namun, ada batasan dalam perhitungan upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran JKP. Batas atas upah yang ditetapkan adalah Rp5 juta. Jika upah pekerja melebihi batas ini, maka manfaat uang tunai akan dihitung berdasarkan batas atas yang telah ditentukan, bukan dari upah sebenarnya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap perusahaan lebih disiplin dalam membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, sekaligus memberikan kepastian bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan agar tetap mendapatkan haknya. Pastikan perusahaan tempat Anda bekerja membayar iuran BPJS tepat waktu agar tidak terkena dampak aturan baru ini!