Ketua PN Jaksel Terjerat Suap Rp60 Miliar: Prof Henry “Sangat Disayangkan” dan Potret Bobroknya Penegakan Hukum

JAKARTA – Dunia penegakan hukum Indonesia kembali tercoreng. Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang tidak disebutkan namanya, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap senilai Rp60 miliar. Kasus ini mengejutkan banyak pihak, termasuk pakar hukum terkemuka Prof. Henry Yosodiningrat, yang menyatakan kekecewaan mendalam atas keterlibatan oknum penegak hukum dalam praktik suap.

Modus Suap yang Mengguncang Lembaga Peradilan
Menurut laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua PN Jaksel diduga menerima suap dari sejumlah pihak yang berkepentingan untuk mempengaruhi putusan perkara. Transaksi dilakukan secara terselubung melalui perantara dan melibatkan aliran dana ke rekening keluarga.

"Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi pengkhianatan terhadap keadilan. Hakim seharusnya menjadi benteng terakhir kebenaran, bukan malah memperjualbelikan putusan," tegas Prof. Henry dalam wawancara eksklusif.

Reaksi KPK dan Proses Hukum
KPK telah mengamankan sejumlah bukti, termasuk dokumen transfer bank, percakapan elektronik, dan kesaksian saksi kunci. Penyidik juga menduga ada keterlibatan lebih banyak pihak dalam jaringan suap ini.

"Kami akan menelusuri hingga ke akar-akarnya. Tidak ada tempat bagi koruptor di lembaga peradilan," kata Juru Bicara KPK, Ipi Maryati.

Dampak pada Citra Peradilan Indonesia
Kasus ini semakin memperburuk citra lembaga peradilan di mata publik. Survei terbaru menunjukkan 72% masyarakat tidak percaya pada integritas hakim.

"Ini tamparan keras bagi sistem hukum kita. Bagaimana rakyat bisa percaya jika hakimnya sendiri korup?" ujar Ainun Najib, aktivis antikorupsi.

Peringatan untuk Lembaga Peradilan
Prof. Henry mendesak dilakukan reformasi menyeluruh di lingkungan peradilan, termasuk:

Peningkatan transparansi proses penunjukkan hakim.

Audit kekayaan rutin untuk pejabat peradilan.

Pemberian sanksi maksimal bagi hakim yang terbukti korup.