
Berita Update Terkini
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran sebesar Rp2,2 triliun yang diterapkan pada tahun ini berdampak signifikan terhadap layanan pengadilan di berbagai daerah. Sekretaris MA, Sugiyanto, menegaskan bahwa pengurangan anggaran tersebut membuat pelayanan di pengadilan tidak dapat berjalan secara optimal.
"Pastinya pelayanan di daerah maupun di berbagai tempat tidak bisa maksimal karena anggaran yang dikurangi atau diblokir dalam rangka efisiensi," ujar Sugiyanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Meski terdapat pemangkasan anggaran, Sugiyanto memastikan bahwa gaji dan tunjangan para hakim tetap aman karena telah dialokasikan dalam pos belanja pegawai. "Gaji dan tunjangan sudah termasuk dalam belanja pegawai, sehingga tidak akan terkena dampaknya," tegasnya. Dengan demikian, meskipun operasional lainnya mengalami keterbatasan, kesejahteraan hakim tetap terjamin.
Dampak Pemangkasan Anggaran
MA mengungkapkan bahwa dari total pagu anggaran Rp12,68 triliun, efisiensi yang dilakukan mencapai Rp2,28 triliun. Saat ini, realisasi anggaran baru mencapai 11,53% atau sekitar Rp1,46 triliun, dengan sisa anggaran yang belum terserap sebesar Rp11,22 triliun.
Pemangkasan ini mencakup:
- Blokir data dukung: Rp104,15 miliar
- Blokir perjalanan dinas (akun 524): Rp253,48 miliar
- Blokir efisiensi umum: Rp1,93 triliun
Menurut Sugiyanto, pemangkasan pada akun perjalanan dinas (akun 524) membawa dampak nyata pada kualitas layanan publik, termasuk operasional kedinasan MA. Beberapa layanan yang terdampak di antaranya:
1. Bantuan transportasi hakim hanya mencukupi untuk 6 bulan.
2. Pelayanan sidang keliling di pengadilan negeri dan pengadilan agama hanya bisa berjalan selama 6 bulan, sementara pengadilan militer hanya 1 kali dalam setahun.
3. Biaya mutasi hakim tidak dapat terbayar secara penuh.
4. Terbatasnya anggaran untuk pembebasan biaya perkara (prodeo).
5. Pengurangan program pendidikan dan pelatihan calon hakim di Diklat Kumdil.
6. Berkurangnya pelatihan teknis yudisial untuk kasus hak kekayaan intelektual.
7. Terhambatnya sertifikasi hakim niaga dan mediator.
8. Penyusunan dan implementasi data informasi pengadilan menjadi terkendala.
9. Penyusunan RKA-K/L dan DIPA mengalami hambatan.
10. Penyusunan laporan kinerja dan review IKU tertunda.
11. Terbatasnya sosialisasi kebijakan MA kepada publik.
12. Tidak terlaksananya perjalanan dinas luar negeri.
Tantangan MA dalam Menjaga Kualitas Layanan
Dengan keterbatasan anggaran ini, MA menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kualitas pelayanan peradilan di seluruh Indonesia. Pengurangan berbagai fasilitas, mulai dari transportasi hakim hingga pelatihan teknis yudisial, berpotensi memperlambat jalannya sistem peradilan.
Sugiyanto berharap agar efisiensi anggaran ini dapat dievaluasi demi keberlangsungan layanan peradilan yang berkualitas bagi masyarakat. "Kami tetap berupaya semaksimal mungkin agar layanan tidak terganggu, meskipun dengan keterbatasan yang ada," tutupnya.